Atom adalah suatu satuan dasar materi, yang terdiri atas inti atom serta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom terdiri atas proton yang bermuatan positif, dan neutron yang bermuatan netral (kecuali pada inti atomHidrogen-1, yang tidak memiliki neutron). Elektron-elektron pada sebuah atom terikat pada inti atom oleh gaya elektromagnetik. Sekumpulan atom demikian pula dapat berikatan satu sama lainnya, dan membentuk sebuah molekul. Atom yang mengandung jumlah proton dan elektron yang sama bersifat netral, sedangkan yang mengandung jumlah proton dan elektron yang berbeda bersifat positif atau negatif dan disebut sebagai ion. Atom dikelompokkan berdasarkan jumlah proton dan neutron yang terdapat pada inti atom tersebut. Jumlah proton pada atom menentukan unsur kimia atom tersebut, dan jumlah neutronmenentukan isotop unsur tersebut.
Istilah atom berasal dari Bahasa Yunani (ἄτομος/átomos, α-τεμνω), yang berarti tidak dapat dipotong ataupun sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Konsep atom sebagai komponen yang tak dapat dibagi-bagi lagi pertama kali diajukan oleh para filsuf India dan Yunani. Pada abad ke-17 dan ke-18, para kimiawan meletakkan dasar-dasar pemikiran ini dengan menunjukkan bahwa zat-zat tertentu tidak dapat dibagi-bagi lebih jauh lagi menggunakan metode-metode kimia. Selama akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, para fisikawan berhasil menemukan struktur dan komponen-komponen subatom di dalam atom, membuktikan bahwa 'atom' tidaklah tak dapat dibagi-bagi lagi. Prinsip-prinsip mekanika kuantum yang digunakan para fisikawan kemudian berhasil memodelkan atom.[1]
Dalam pengamatan sehari-hari, secara relatif atom dianggap sebuah objek yang sangat kecil yang memiliki massa yang secara proporsional kecil pula. Atom hanya dapat dipantau dengan menggunakan peralatan khusus seperti mikroskop gaya atom. Lebih dari 99,9% massa atom berpusat pada inti atom,[catatan 1] dengan proton dan neutron yang bermassa hampir sama. Setiap unsur paling tidak memiliki satu isotop dengan inti yang tidak stabil, yang dapat mengalami peluruhan radioaktif. Hal ini dapat mengakibatkan transmutasi, yang mengubah jumlah proton dan neutron pada inti.[2] Elektron yang terikat pada atom mengandung sejumlah aras energi, ataupun orbital, yang stabil dan dapat mengalami transisi di antara aras tersebut dengan menyerap ataupun memancarkan foton yang sesuai dengan perbedaan energi antara aras. Elektron pada atom menentukan sifat-sifat kimiawi sebuah unsur, dan memengaruhi sifat-sifat magnetis atom tersebut.
Sejarah
Konsep bahwa materi terdiri dari satuan-satuan terpisah yang tidak dapat dibagi lagi menjadi satuan yang lebih kecil telah ada selama satu
milenium. Namun, pemikiran tersebut masihlah bersifat abstrak dan filosofis, daripada berdasarkan pengamatan
empiris dan
eksperimen. Secara filosofis, deskripsi sifat-sifat atom bervariasi tergantung pada budaya dan aliran filosofi tersebut, dan seringkali pula mengandung unsur-unsur spiritual di dalamnya. Walaupun demikian, pemikiran dasar mengenai atom dapat diterima oleh para ilmuwan ribuan tahun kemudian, karena ia secara elegan dapat menjelaskan penemuan-penemuan baru pada bidang kimia.
[3]
Referensi paling awal mengenai konsep atom dapat ditilik kembali kepada zaman
India kuno pada tahun 800 sebelum masehi,
[4] yang dijelaskan dalam naskah filsafat
Jainismesebagai
anu dan
paramanu.
[4][5] Aliran mazhab
Nyaya dan
Vaisesika mengembangkan teori yang menjelaskan bagaimana atom-atom bergabung menjadi benda-benda yang lebih kompleks.
[6] Satu abad kemudian muncul Referensi mengenai atom di dunia Barat oleh
Leukippos, yang kemudian oleh muridnya
Demokritos pandangan tersebut disistematiskan. Kira-kira pada tahun 450 SM, Demokritos menciptakan istilah
átomos (
bahasa Yunani:
ἄτομος), yang berarti "tidak dapat dipotong" ataupun "tidak dapat dibagi-bagi lagi". Teori Demokritos mengenai atom bukanlah usaha untuk menjabarkan suatu fenomena fisis secara rinci, melainkan suatu filosofi yang mencoba untuk memberikan jawaban atas perubahan-perubahan yang terjadi pada alam.
[1] Filosofi serupa juga terjadi di India, namun demikian ilmu pengetahuan modern memutuskan untuk menggunakan istilah "atom" yang dicetuskan oleh Demokritos.
[3]
Kemajuan lebih jauh pada pemahaman mengenai atom dimulai dengan berkembangnya ilmu
kimia. Pada tahun 1661,
Robert Boyle mempublikasikan buku
The Sceptical Chymist yang berargumen bahwa materi-materi di dunia ini terdiri dari berbagai kombinasi
"corpuscules", yaitu atom-atom yang berbeda. Hal ini berbeda dengan pandangan klasik yang berpendapat bahwa materi terdiri dari unsur-unsur udara, tanah, api, dan air.
[7] Pada tahun 1789, istilah
element (
unsur) didefinisikan oleh seorang bangsawan dan peneliti Perancis,
Antoine Lavoisier, sebagai bahan dasar yang tidak dapat dibagi-bagi lebih jauh lagi dengan menggunakan metode-metode kimia.
[8]Pada tahun 1803,
John Dalton menggunakan konsep atom untuk menjelaskan mengapa unsur-unsur selalu bereaksi dalam perbandingan yang bulat dan tetap, serta mengapa gas-gas tertentu lebih larut dalam air dibandingkan dengan gas-gas lainnya. Ia mengajukan pendapat bahwa setiap unsur mengandung atom-atom tunggal unik, dan atom-atom tersebut selanjutnya dapat bergabung untuk membentuk senyawa-senyawa kimia.
[9][10]
Teori partikel ini kemudian dikonfirmasikan lebih jauh lagi pada tahun 1827, yaitu ketika
botaniwan Robert Brown menggunakan
mikroskopuntuk mengamati debu-debu yang mengambang di atas air dan menemukan bahwa debu-debu tersebut bergerak secara acak. Fenomena ini kemudian dikenal sebagai "
Gerak Brown". Pada tahun 1877, J. Desaulx mengajukan pendapat bahwa fenomena ini disebabkan oleh gerak termal molekul air, dan pada tahun 1905
Albert Einstein membuat analisis matematika terhadap gerak ini.
[11][12][13] Fisikawan Perancis
Jean Perrin kemudian menggunakan hasil kerja Einstein untuk menentukan massa dan dimensi atom secara eksperimen, yang kemudian dengan pasti menjadi verifikasi atas teori atom Dalton.
[14]
Berdasarkan hasil penelitiannya terhadap
sinar katode, pada tahun 1897
J. J. Thomson menemukan elektron dan sifat-sifat subatomiknya. Hal ini meruntuhkan konsep atom sebagai satuan yang tidak dapat dibagi-bagi lagi.
[15] Thomson percaya bahwa elektron-elektron terdistribusi secara merata di seluruh atom, dan muatan-muatannya diseimbangkan oleh keberadaan lautan muatan positif (
model puding prem).
Namun pada tahun 1909, para peneliti di bawah arahan
Ernest Rutherford menembakkan ion helium ke lembaran tipis emas, dan menemukan bahwa sebagian kecil ion tersebut dipantulkan dengan sudut pantulan yang lebih tajam dari yang apa yang diprediksikan oleh teori Thomson. Rutherford kemudian mengajukan pendapat bahwa muatan positif suatu atom dan kebanyakan massanya terkonsentrasi pada inti atom, dengan elektron yang mengitari inti atom seperti planet mengitari matahari. Muatan positif ion helium yang melewati inti padat ini haruslah dipantulkan dengan sudut pantulan yang lebih tajam. Pada tahun 1913, ketika bereksperimen dengan hasil proses
peluruhan radioaktif,
Frederick Soddy menemukan bahwa terdapat lebih dari satu jenis atom pada setiap posisi tabel periodik.
[16] Istilah
isotop kemudian diciptakan oleh
Margaret Todd sebagai nama yang tepat untuk atom-atom yang berbeda namun merupakan satu unsur yang sama. J.J. Thomson selanjutnya menemukan teknik untuk memisahkan jenis-jenis atom tersebut melalui hasil kerjanya pada gas yang terionisasi.
[17]Sementara itu, pada tahun 1913 fisikawan
Niels Bohr mengkaji ulang model atom Rutherford dan mengajukan pendapat bahwa elektron-elektron terletak pada orbit-orbit yang terkuantisasi serta dapat meloncat dari satu orbit ke orbit lainnya, meskipun demikian tidak dapat dengan bebas berputar spiral ke dalam maupun keluar dalam keadaan transisi.
[18] Suatu elektron haruslah menyerap ataupun memancarkan sejumlah energi tertentu untuk dapat melakukan transisi antara orbit-orbit yang tetap ini. Apabila
cahaya dari materi yang dipanaskan memancar melalui prisma, ia menghasilkan suatu
spektrum multiwarna. Penampakan garis-garis spektrum tertentu ini berhasil dijelaskan oleh teori transisi orbital ini.
[19]
Ikatan kimia antar atom kemudian pada tahun 1916 dijelaskan oleh
Gilbert Newton Lewis sebagai interaksi antara elektron-elektron atom tersebut.
[20] Atas adanya keteraturan sifat-sifat kimiawi dalam tabel periode kimia,
[21] kimiawan Amerika
Irving Langmuir tahun 1919 berpendapat bahwa hal ini dapat dijelaskan apabila elektron-elektron pada sebuah atom saling berhubungan atau berkumpul dalam bentuk-bentuk tertentu. Sekelompok elektron diperkirakan menduduki satu set
kelopak elektron di sekitar inti atom.
Percobaan Stern-Gerlach pada tahun 1922 memberikan bukti lebih jauh mengenai sifat-sifat kuantum atom. Ketika seberkas atom perak ditembakkan melalui medan magnet, berkas tersebut terpisah-pisah sesuai dengan arah momentum sudut atom (
spin). Oleh karena arah spin adalah acak, berkas ini diharapkan menyebar menjadi satu garis. Namun pada kenyataannya berkas ini terbagi menjadi dua bagian, tergantung dari apakah spin atom tersebut berorientasi ke atas ataupun ke bawah.
[22]
Pada tahun 1926, dengan menggunakan pemikiran
Louis de Broglie bahwa partikel berperilaku seperti gelombang, Erwin Schrödinger mengembangkan suatu model atom matematis yang menggambarkan elektron sebagai
gelombang tiga dimensi daripada sebagai titik-titik partikel. Konsekuensi penggunaan bentuk gelombang untuk menjelaskan elektron ini adalah bahwa adalah tidak mungkin untuk secara matematis menghitung
posisi dan
momentum partikel secara bersamaan. Hal ini kemudian dikenal sebagai
prinsip ketidakpastian, yang dirumuskan oleh
Werner Heisenberg pada 1926. Menurut konsep ini, untuk setiap pengukuran suatu posisi, seseorang hanya bisa mendapatkan kisaran nilai-nilai probabilitas momentum, demikian pula sebaliknya. Walaupun model ini sulit untuk divisualisasikan, ia dapat dengan baik menjelaskan sifat-sifat atom yang terpantau yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan oleh teori mana pun. Oleh sebab itu, model atom yang menggambarkan elektron mengitari inti atom seperti planet mengitari matahari digugurkan dan digantikan oleh model
orbital atom di sekitar inti di mana elektron paling berkemungkinan berada.
[23][24]Perkembangan pada
spektrometri massa mengijinkan dilakukannya pengukuran massa atom secara tepat. Peralatan spektrometer ini menggunakan magnet untuk membelokkan trayektori berkas ion, dan banyaknya defleksi ditentukan dengan rasio massa atom terhadap muatannya. Kimiawan
Francis William Aston menggunakan peralatan ini untuk menunjukkan bahwa isotop mempunyai massa yang berbeda. Perbedaan massa antar isotop ini berupa bilangan bulat, dan ia disebut sebagai
kaidah bilangan bulat.
[25]Penjelasan pada perbedaan massa isotop ini berhasil dipecahkan setelah ditemukannya
neutron, suatu partikel bermuatan netral dengan massa yang hampir sama dengan
proton, yaitu oleh
James Chadwick pada tahun 1932. Isotop kemudian dijelaskan sebagai unsur dengan jumlah proton yang sama, namun memiliki jumlah neutron yang berbeda dalam inti atom.
[26]
Pada tahun 1950-an, perkembangan
pemercepat partikel dan
detektor partikel mengijinkan para ilmuwan mempelajari dampak-dampak dari atom yang bergerak dengan energi yang tinggi.
[27] Neutron dan proton kemudian diketahui sebagai
hadron, yaitu komposit partikel-partikel kecil yang disebut sebagai
kuark. Model-model standar fisika nuklir kemudian dikembangkan untuk menjelaskan sifat-sifat inti atom dalam hal interaksi partikel subatom ini.
[28]
Dalam sejarahnya, sebuah atom tunggal sangatlah kecil untuk digunakan dalam aplikasi ilmiah. Namun baru-baru ini, berbagai peranti yang menggunakan sebuah atom tunggal logam yang dihubungkan dengan
ligan-ligan organik (
transistor elektron tunggal) telah dibuat.
[30] Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memerangkap dan memperlambat laju atom menggunakan
pendinginan laser untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai sifat-sifat atom.
[31]